Rabu, Januari 28

BERDAYAKAN EKONOMI UMMAT

Diposting oleh Muhammad Nur Hasan


Pada masa pembangunan di Era Reformasi ini, dimana seluruh rakyat Indonesia bertekad untuk menciptakan perekonomian yang sehat dan mandiri berdasarkan Demokrasi Ekonomi serta berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sekaligus dengan cita-cita untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, berikut pemerataan bagi kue ekonomi.
Perihal tersebut di atas semestinya

dijabarkan di dalam arah pembangunan ekonomi yakni terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri dan handal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia secara selaras, adil dan merata.
Dengan demikian pertumbuhan ekonomi harus diarahkan guna peningkatan pendapatan masyarakat serta mengatasi adanya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial.
Karena itu, usaha pemulihan ekonomi seharusnya berkemampuan untuk mentranspormasikan kembali struktur perekonomian, dimana pada masa sebelum krisis pertumbuhan ekonomi Indonesia terlalu mengandalkan peran konglomerat dan iklim investasi skala besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya kurang memberikan kesempatan kepada peran produktifitas tenaga kerja dan peranan Usaha Kecil & Menengah (UKM).
Akibatnya, ketika datang masa krisis, bangsa Indonesia larut di dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan dan tidak mampu untuk segera pulih lantaran perusahaan besar milik konglomerat terjebak dalam utang yang sangat besar.
Maka pada masa pemulihan ekonomi ini, pendekatan dalam pembangunan ekonomi haruslah digeser pada penekanan akan peningkatan produktifitas, yaitu dengan investasi modal yang lebih kecil namun dapat meningkatkan hasil yang lebih besar terutama kepada pengembangan UKM (Usaha Kecil & Menengah), bahkan yang lebih dari itu adalah pengusaha kecil bawah atau pengusaha mikro.
Dalam upaya mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial tersebut terutama dampak krisis ekonomi berkepanjangan yang telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun, maka diperlukan langkah-langkah strategis dan taktis dalam mengoptimalkan potensi ekonomi yang tumbuh dan berkembang serta dimiliki sendiri oleh masyarakat.
Penggalian potensi ekonomi rakyat yang berada di dalam lingkaran usaha kecil dan menengah tersebut disadari bukanlah suatu sektor tersisa atau residual dari perekonomian nasional secara keseluruhan, melainkan sesungguhnya ekonomi rakyat inilah yang ternyata memberikan mata pencaharian hidup bagi 90 % rakyat Indonesia.
Oleh sebab itu pemulihan ekonomi nasional hendaknya tidak mendaur ulang dasar pemikiran ekonomi dan kegagalan yang mengiringinya di masa lalu. Untuk itu, Pemerintah hendaknya mempertimbangkan empat dasar kebijakan dalam membangun kembali perekonomian nasional.

Teruskan......

Selasa, Januari 27

BISAKAH KITA (UMMAT) BERSATU??

Diposting oleh Muhammad Nur Hasan


Tahun baru hijriyah diyakini banyak pemikir Islam sebagai tahun kebangkitan Islam, bahkan menjadi titik balik kemenangan perjuangan Rasulullah saw. dan para shahabat. Setiap tahun kita memperingati tahun baru Islam ini, namun sudahkah secara substansial ada pencerahan di tubuh ummat dengan berlalunya tahun baru demi tahun baru? Sudahkah semangat energizing berhasil kita serap dari momentum yang menjadi titik balik kemenangan tadi…?. Masih banyak permasalahan ummat yang belum tuntas kita upayakan solusinya, termasuk masalah persatuan ummat dan pemunculan sosok-sosok pemimpin yang berkualitas.

Perpecahan selalu membawa malapetaka dan kerusakan besar di tengah-tengah ummat. Kurang percayakah kita? Kurang yakinkah kita setelah demikian banyak bukti sejarah memberi pelajaran? Perpecahan, perselisihan di perang Uhud misalnya, mengakibatkan gagalnya kemenangan yang semula sudah diraih. Rasulullah saw. tembus di pipinya karena dilempari dengan pecahan besi, yang ketika dicabut menyebabkan dua gigi beliau patah. Bahkan ketika para sahabat memapah beliau ke tempat yang lebih tinggi, Rasulullah saw terperosok ke dalam lubang jebakan yang berisi senjata tajam, sehingga paha beliau sobek dan jatuh pingsan karena begitu banyaknya darah yang keluar.

Kurang yakinkah kita akan efek dari perpecahan? Tengoklah perang Shiffin yang disebabkan oleh konflik antara Ali dan Mu’awiyah. Perang yang menelan korban 80.000 muslimin. Sebuah tragedi kelam dalam sejarah Islam. Belum paham jugakah kita bagaimana pedihnya perpecahan? Di Iraq, ratusan orang menjadi korban ketika kaum Syi’ah menyerang kaum Sunniy. Selanjutnya kaum Sunniy menyerang kaum Syi’ah sehingga meninggal pula sejumlah orang, dan seterusnya tak berkesudahan. Padahal sunniy bukanlah musuh syi’ah dan syi’ah bukanlah musuh sunniy? Musuh mereka adalah sang penjajah Amerika.
Belum sadarkah kita tentang apa yang terjadi di Palestina? Ketika Presiden Palestina—Mahmud Abbas—berkunjung ke Indonesia dan mengundang untuk berdiskusi, dengan tegas saya sampaikan kepada beliau, bahwa bangsa Palestina tidak akan meraih kemenangan kecuali mereka bersatu melawan Israel.
Benarlah kata Imam Ali dalam pesannya, “Kebenaran yang tidak terorganisir akan dapat dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir”.

Sesungguhnya modal kita untuk bersatu sangat sederhana. Ialah ketika kita sepakat untuk mengucapkan “Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadurrasulullah”. Bagi kami, ketika seseorang menyatakan komitmennya untuk taat pada Allah dan Rasul-Nya, cukuplah itu. Soal fiqh, furu’, cabang-cabang, pendapat, mari kita bicarakan, mari kita diskusikan, mari kita perdalam. Wong niatnya sama-sama mau masuk surga kok, kenapa harus cek-cok?


TANTANGAN & VISI KE DEPAN

Sebetulnya apakah persoalan pokok ummat? Agenda mendesak apa yang perlu kita selesaikan bersama? Hal terberat yang sedang dihadapi ummat kini adalah kemiskinan, yang nyaris mendekatkan mereka kepada kekufuran. Ada beberapa contoh kasus, di Bandung misalnya, seorang Ibu(berkerudung pula) sampai hati membunuh anaknya karena khawatir anak-anaknya miskin. Juga di Makassar, seorang Ibu yang sedang hamil meninggal karena kelaparan. Tiga hari dia tidak makan, demikian pula anak-anaknya.
Kelemahan ekonomi ummat adalah penyebabnya. Hingga saat ini kemampuan ummat untuk berekonomi belumlah memadai. Bagai menjadi budak di negeri sendiri. Baik dari sisi akses terhadap sumber daya maupun skill-nya. Ekonomi masih dikuasai oleh sistem, konvensional ribawi. Lalu datanglah krisis ekonomi, masalah semakin berat. Akibatnya langsung dapat dilihat. Untuk menyelamatkan keluarga, para gadis dan ibu-ibu berangkat menjadi TKW diluar negeri. Dimana ‘izzah ummat ?, martabat bangsa. Begitu kerap kita mendengar kasus-kasus yang menyayat hati: ada yang diperkosa, dihukum mati, ada yang terjun dari tingkat empat lantaran tidak tahan disiksa majikan. Dan kita tidak mampu melindungi mereka.
Masalah moral juga menorehkan catatan menyedihkan. Kita dapati tokoh-tokoh muslim yang namanya seperti nama Nabi, seperti gelar Nabi, seperti nama orang sholeh namun ditangkap KPK. Mereka menjadi harapan ummat, menyandang nama terpercaya, namun ternyata korupsi. Seberapa kuatkah komitmen moral kita? Moral Islam.

Agenda berikutnya adalah pendidikan. Soal penyiapan SDM unggul, yang dapat diandalkan menjalankan roda pembangunan ummat. Apalagi persiapan kepemimpinan nasional dimasa mendatang. Sekarang saja, bangsa besar ini seperti kebingungan mencari calon pemimpinnya. Kita masih saling bertanya satu sama lain, padahal kita berdoa “waj’alna lil muttaqiina imaman”. Kita mohon pada Allah swt. agar menjadikan anak-anak kita sebagai pemimpin orang-orang bertaqwa.
Memang kita memiliki banyak pesantren. Namun setelah kami riset, pesantren-pesantren tersebut dapat kita bagi dalam dua kategori. Kategori pertama adalah pesantren yang memiliki metode pengajaran dan kurikulum bagus, namun sarananya amat memprihatinkan. Di sebuah pesantren kami pernah menemukan sebuah ruang 3x4 m2 yang dihuni oleh 30 anak. Sanitasinya tidak terawat, bak penampung air mandi yang tak pernah diganti sehingga menyebabkan penyakit kulit. Bahkan ada sebuah pemeo, tidak sah menjadi santri kalau tidak kudisan.
Kelompok kedua adalah pesantren yang memiliki sarana bagus, namun kurikulumnya tidak memiliki keunggulan. Penyiapan kwalitas SDM ummat ini perlu pembenahan, dengan sinergi dan persatuan dan keuatan bersama tentunya.


SIAPA YANG HARUS BERBUAT?

Dalam konteks ummat Islam Indonesia setiap orang tentu merujuk kepada NU dan Muhammadiyyah dengan segenap elitenya. Pertanyaannya adalah, bisakah kita menurunkan tensi jurang pemisah. Saling adzillatin, menjalin tali asih. Saling merendah dan bukannya saling gengsi. Bisakah kita sesama ummat BERHENTI saling mencurigai(su’uzhan), saling mengintai(wa laa tajassasu), saling membelakangi dan saling menggunjing(ghibah). Kita membutuhkan persatuan dalam kesejukan ikatan kasih sayang persaudaraan. Bila bersatu, maka kita akan kuat dan insya Allah sanggup untuk menghadapi kekuatan kebathilan apapun bentuknya.

Sangat mungkin dan sangat layak ummat ini bersatu. Pak Din, Pak Hasyim dan Pak Hidayat—tokoh-tokoh harapan ummat--sama-sama alumni Gontor dan sama-sama menduduki posisi strategis. Dengan seringnya tokoh-tokoh yang dicintai ummat ini bersilaturahim, syak wasangka akan terhapus, keakraban akan kian kokoh dan berbagai pemikiran untuk kemajuan ummat dan bangsa akan mengalir deras. Terbayang betapa bahagia dan sejuknya hati ummat menyaksikan para pemimpinnya kokoh bersatu. Sesuatu yang sudah amat kita rindukan.
Tak ada ghill secuilpun dari kami terhadap NU dan Muhammadiyyah. Kami tidak memiliki rencana negatif apapun terhadap saudara-saudara kami NU dan Muhammadiyyah. Kami bergerak di ranah politik, sama dengan saudara-saudara kami parpol Islam lainnya. Membenahi eksekutif dan legislatif, mengadvokasi ummat di ranah pembuatan kebijakan publik. Bila perjuangan di ranah politik ini mendapat dukungan dari saudara-saudara kami yang lain, khususnya ormas-ormas, tentu kita akan memiliki kekuatan yang sangat dahsyat.
Demikianlah harapan kita, ummat ini menjadi kuat, karena kita saling merunduk, saling merangkul, bagaikan satu tubuh. Sehingga kita (ummat) ini bisa dan harus bersatu untuk maju. Selamat Tahun Baru 1430 Hijriyah

Teruskan......

WAKAF PRODUKTIF

Diposting oleh Muhammad Nur Hasan


Bulan Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita semua, mudah-mudahan di bulan Syawal ini kita semua juga telah kembali kepada fitrah, suci lahir dan bathin. Bulan Ramadhan memang bulan penuh keagungan, semoga saja kita semua diberi nikmat usia oleh Allah SWT sehingga kita dapat berjumpa kembali dengan bulan suci Ramadhan tahun depan. Amiin ya Rabbal’alamin.

Kita semua mengetahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan dimana Al-Qur’an pertama kali diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia sekaligus penjelasan mengenai petunjuk-petunjuk itu dan sebagai pembeda antara yang hak dan

yang bathil. Bulan Ramadhan adalah penghulu segala bulan, bulan dimana orang-orang yang beriman kepada Allah SWT menunaikan kewajiban berpuasa dengan tujuan semata-mata adalah untuk menggapai predikat Muttaqin (bertaqwa kepada Allah SWT).

Al-Qur’an sebagai kitab suci berisikan petunjuk bagi ummat manusia, maka tidak ada sedikitpun keraguan di dalamnya. Maka, salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah orang yang senantiasa menafkahkan sebahagian rizki yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya.

Diantara wujud nyata menafkahkan rizki bagi orang-orang yang beriman salah satunya kita kenal dengan sebutan Wakaf. Beberapa ayat suci Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum wakaf diantaranya adalah QS.Ali Imran ayat 92 yang artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Selanjutnya QS.Al-Baqarah ayat 267 : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”. Kemudian dalam QS. Al-Hajj ayat 77 : “Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.

Beberapa ayat di atas jelas memberikan arahan kepada orang-orang yang beriman agar mau menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan masyarakat dan wakaf adalah salah satu cara menginfakkan sebagain harta untuk kemaslahatan ummat.

Adapun hadits Rasulullah SAW berkaitan dengan sedekah jariyah atau wakaf ini adalah dari H.R.Muslim yang artinya : “Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari 3 hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan dan anak yang saleh”.

Di Indonesia ibadah Wakaf telah dikenal dan diamalkan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Wakaf sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial, ekonomi dan pendidikan. Tidak bisa dipungkiri bahwasanya tanah wakaf telah banyak digunakan untuk pembangunan masjid, sekolah, pondok pesanteren, pemakaman muslim dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya.

Memang pada umumnya Wakaf di Indonesia sebagian besar digunakan untuk kuburan, masjid dan madrasah dan sedikit sekali yang didayagunakan secara produktif. Hal itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa memang sebagian besar harta yang diwakafkan berupa asset tetap (fixed asset) seperti tanah dan bangunan. Namun dibeberapa negara yang berpenduduk Muslim, obyek Wakaf tidak lagi didominasi aset berupa tanah dan bangunan saja, tetapi telah berkembang pada aset tidak tetap seperti uang dan surat-surat berharga lainnya.

Di dalam buku Bunga Rampai Perwakafan yang diterbitkan oleh Depag RI (Juli 2006) disebutkan bahwa pengelolaan wakaf di Indonesia telah mengalami perjalanan masa yang cukup panjang. Paling tidak ada tiga periode masa besar bagi pengelolaan wakaf di Indonesia :

Pertama, periode tradisional yaitu dimana pada periode ini wakaf masih di tempatkan sebagai ajaran murni yang dimasukkan dalam katagori ibadah mahdhah (pokok) dimana hampir semua benda-benda wakaf diperuntukkan bagi kepentingan pembangunan fisik, seperti masjid, mushalla, pesanteren, yayasan, pemakaman (kuburan) dlsb, sehingga keberadaan wakaf pada periode ini belum memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.

Kedua, periode semi professional, yaitu dimana pengelolaan wakaf yang kondisinya relative sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah mulai dikembangkan pada pemberdayaan wakaf secara produktif meskipun belum maksimal. Sebagai contoh adalah pembangunan masjid-masjid yang letaknya strategis dengan menambah bangunan pendukung lainnya seperti gedung pertemuan (aula serbaguna untuk resepsi pernikahan, wisuda santeri, khatam Al-Qur’an, khitanan missal dll). Dicontohkan seperti masjid Agung Sunda Kelapa, Al-Azhar dan Pondok Indah di Jakarta. Di Pontianak Masjid Raya Mujahidin dengan Gedung Islamic Centre dan Balai Saji-nya yang multi fungsi.

Ketiga, adalah periode profesional, yaitu periode dimana potensi wakaf di Indonesia sudah mulai dilirik untuk diberdayakan secara professional-produktif. Lingkup profesionalisme yang dilakukan meliputi aspek manajemen, SDM Kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf yang bergerak seperti uang, kendaraan dan surat berharga lainnya seperti saham perusahaan dan polis asuransi.

Dukungan Pemerintah dan Fatwa MUI sudah sangat jelas untuk pemberdayaan potensi Wakaf Produktif-Profesional tersebut diatas dengan lahirnya UU Wakaf No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Fatwa MUI Tahun 2002 tentang Legalitas Kebolehan Wakaf Uang (lebih populer disebut Wakaf Tunai). Bahkan payung hukum teranyar yang lahir dari komitmen Pemerintah RI adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP No.42 tanggal 15 Desember 2006) tentang Pelaksanaan UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Jadi melalui tulisan ini kami menghimbau kepada para pengelola/nazhir tanah wakaf (yang belum) mensertipikatkan tanah wakaf-nya untuk segera berkoordinasi dengan KUA (Kantor Urusan Agama) di Kecamatan setempat untuk memproses Sertipikat Tanah Wakaf di BPN.

Selanjutnya mari kita programkan untuk lebih meningkatkan kualitas wakaf tersebut dengan pengelolaan yang bersifat edukatif, produktif dan profesional. Salah satunya adalah dengan “Gerakan Wakaf Tunai untuk Pemberdayaan Wakaf Produktif”. Insya Allah ! (Penulis adalah Sekretaris DMI Kota Pontianak/Sekretaris Lembaga Dakwah, Ibadah dan Kemasjidan Yayasan Mujahidin Pontianak).

Teruskan......

SABAR SEPAROH IMAN

Diposting oleh Muhammad Nur Hasan


Di bulan Ramadhan yang penuh berkah, di salah satu sekolah yang letaknya di batas kota Pontianak sebelah selatan, seorang murid SMK bertanya kepada guru agamanya perihal sabar.

“Mengapa sabar dikatakan sebagian daripada iman, Pak ?” tanya si murid di antara rekan lainnya sebagai peserta Pesanteren Kilat Ramadhan.

“Iya, itu sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Nu’aim. Tanpa kesabaran iman akan terhapus dari hati, karena iman merupakan pembenaran terhadap dasar-dasar agama dan menumbuhkan amal shaleh,” ujar sang Guru.

“Kalau begitu iman mempunyai dua unsur, yang satunya sabar, satunya lagi, apa dong, Pak ?” lanjut si murid.

« Yakin, itulah unsur iman yang satunya lagi. Yakin ialah pengetahuan yang pasti terhadap dasar-dasar agama yang berpangkal dari wahyu Allah SWT, sedangkan sabar adalah praktek dari keyakinan. Bila sesuatu maksiat diketahui mudharat atau kerugiannya dan kepatuhan pada perintah Allah SWT diketahui manfaatnya, maka upaya untuk menjauhi maksiat dan mengamalkan perintah itu dilaksanakan atas dasar kesabaran hati. Dari sisi inilah sabar merupakan sebagian dari iman”.

« Jadi antara sabar dan iman seperti satu tubuh, begitu Pak ? » tukas si murid mencoba menyimpulkan.

« Ya, sebagaimana dikatakan oleh sahabat Rasulullah SAW yang terkenal sebagai pemuda yang intelek, yakni Ali Bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa hubungan antara sabar dan iman laksana kepala dengan badan, badan tidak ada artinya tanpa kepala ».

Sang murid pun mengangguk-anggukkan kepalanya tanda paham tentang apa yang telah dijelaskan oleh gurunya tersebut, tapi tanpa disangka oleh teman sebelahnya mencoba melanjutkan pertanyaan seputar sabar dan iman ini.

« Begini Pak, kadangkala iman itu turun naik, begitu pula sabar, kadang bisa sabar tapi terkadang emosi, ini bagaimana, Pak » ujarnya.

Sang guru kemudian dengan tersenyum memberikan jawaban, « Memang keterkaitan sabar dengan iman mengakibatkan kadar kesabaran menjadi bertingkat-tingkat sebagaimana bertingkatnya kadar keimanan. Karena itu Abdus Samad Al-Palimbani, seorang ulama besar dan pengajar agama di Masjidil Haram, Mekah Al-Mukarramah, membagi sabar atas tiga tingkatan, » tutur sang guru sambil menuliskan satu-persatu di papan tulis sebagai berikut :
« Pertama yaitu sabarnya orang awam (Tasabbur), yakni menanggung kesusahan dan menahan kesakitan dalam menerima hukum Allah SWT. Kedua, sabar orang yang menjalani tarekat, yaitu terbiasa dengan sifat sabar dan yang ketiga sabar orang arief (Istibar) yakni merasa lezat dengan bala dan merasa rela dengan ikhtiar Allah SWT atas dirinya. »

« Selanjutnya Rasulullah SAW sendiri membagi kesabaran atas tiga tingkatan, yaitu kesabaran dalam menghadapi musibah, kesabaran dalam mematuhi perintah Allah SWT dan kesabaran dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat. Kesabaran pertama merupakan kesabaran terendah, kesabaran tingkat kedua merupakan kesabaran tingkat pertengahan dan kesabaran tingkat ketiga adalah kesabaran yang tertinggi (HR.Ibnu Abi ad-Dunia).

« Di hadits lain dikatakan bahwa kalau kesabaran itu berwujud seorang lelaki, niscaya dia akan menjadi orang yang mulia dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Kemudian sabar terhadap sesuatu yang engkau benci merupakan kebajikan yang besar (HR.At-Tirmizi) ».

Jadi jelaslah uraian sang guru dengan mempertegas kembali bahwa Allah SWT cinta kepada orang-orang yang sabar bahkan disinyalir di dalam QS.28 :54 dan QS.39 :10 yang menyatakan bahwa Allah SWT akan membalas kesabaran orang yang sabar dengan pahala yang tidak terkira besarnya.

Tampak murid secara keseluruhan telah mengerti semuanya, tak lama berseleng suara azan pun terdengar dari masjid di komplek sekolahan itu. Seketika itupun mereka beranjak untuk menunaikan shalat dzuhur berjamaah.

Teruskan......

Rabu, Januari 14

BISAKAH KITA (UMMAT) BERSATU??

Diposting oleh Muhammad Nur Hasan


Oleh: TIFATUL SEMBIRING
PRESIDEN PKS

Tahun baru hijriyah diyakini banyak pemikir Islam sebagai tahun kebangkitan Islam, bahkan menjadi titik balik kemenangan perjuangan Rasulullah saw. dan para shahabat. Setiap tahun kita memperingati tahun baru Islam ini, namun sudahkah secara substansial ada pencerahan di tubuh ummat dengan berlalunya tahun baru demi tahun baru? Sudahkah semangat energizing berhasil kita serap dari momentum yang menjadi titik balik kemenangan tadi…?. Masih banyak permasalahan ummat yang belum tuntas kita upayakan solusinya, termasuk masalah persatuan ummat dan pemunculan sosok-sosok pemimpin yang berkualitas.

Perpecahan selalu membawa malapetaka dan kerusakan besar di tengah-tengah ummat. Kurang percayakah kita? Kurang yakinkah kita setelah demikian banyak bukti sejarah memberi pelajaran? Perpecahan, perselisihan di perang Uhud misalnya, mengakibatkan gagalnya kemenangan yang semula sudah diraih. Rasulullah saw. tembus di pipinya karena dilempari dengan pecahan besi, yang ketika dicabut menyebabkan dua gigi beliau patah. Bahkan ketika para sahabat memapah beliau ke tempat yang lebih tinggi, Rasulullah saw terperosok ke dalam lubang jebakan yang berisi senjata tajam, sehingga paha beliau sobek dan jatuh pingsan karena begitu banyaknya darah yang keluar.

Kurang yakinkah kita akan efek dari perpecahan? Tengoklah perang Shiffin yang disebabkan oleh konflik antara Ali dan Mu’awiyah. Perang yang menelan korban 80.000 muslimin. Sebuah tragedi kelam dalam sejarah Islam. Belum paham jugakah kita bagaimana pedihnya perpecahan? Di Iraq, ratusan orang menjadi korban ketika kaum Syi’ah menyerang kaum Sunniy. Selanjutnya kaum Sunniy menyerang kaum Syi’ah sehingga meninggal pula sejumlah orang, dan seterusnya tak berkesudahan. Padahal sunniy bukanlah musuh syi’ah dan syi’ah bukanlah musuh sunniy? Musuh mereka adalah sang penjajah Amerika.
Belum sadarkah kita tentang apa yang terjadi di Palestina? Ketika Presiden Palestina—Mahmud Abbas—berkunjung ke Indonesia dan mengundang untuk berdiskusi, dengan tegas saya sampaikan kepada beliau, bahwa bangsa Palestina tidak akan meraih kemenangan kecuali mereka bersatu melawan Israel.
Benarlah kata Imam Ali dalam pesannya, “Kebenaran yang tidak terorganisir akan dapat dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir”.

Sesungguhnya modal kita untuk bersatu sangat sederhana. Ialah ketika kita sepakat untuk mengucapkan “Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadurrasulullah”. Bagi kami, ketika seseorang menyatakan komitmennya untuk taat pada Allah dan Rasul-Nya, cukuplah itu. Soal fiqh, furu’, cabang-cabang, pendapat, mari kita bicarakan, mari kita diskusikan, mari kita perdalam. Wong niatnya sama-sama mau masuk surga kok, kenapa harus cek-cok?


TANTANGAN & VISI KE DEPAN

Sebetulnya apakah persoalan pokok ummat? Agenda mendesak apa yang perlu kita selesaikan bersama? Hal terberat yang sedang dihadapi ummat kini adalah kemiskinan, yang nyaris mendekatkan mereka kepada kekufuran. Ada beberapa contoh kasus, di Bandung misalnya, seorang Ibu(berkerudung pula) sampai hati membunuh anaknya karena khawatir anak-anaknya miskin. Juga di Makassar, seorang Ibu yang sedang hamil meninggal karena kelaparan. Tiga hari dia tidak makan, demikian pula anak-anaknya.
Kelemahan ekonomi ummat adalah penyebabnya. Hingga saat ini kemampuan ummat untuk berekonomi belumlah memadai. Bagai menjadi budak di negeri sendiri. Baik dari sisi akses terhadap sumber daya maupun skill-nya. Ekonomi masih dikuasai oleh sistem, konvensional ribawi. Lalu datanglah krisis ekonomi, masalah semakin berat. Akibatnya langsung dapat dilihat. Untuk menyelamatkan keluarga, para gadis dan ibu-ibu berangkat menjadi TKW diluar negeri. Dimana ‘izzah ummat ?, martabat bangsa. Begitu kerap kita mendengar kasus-kasus yang menyayat hati: ada yang diperkosa, dihukum mati, ada yang terjun dari tingkat empat lantaran tidak tahan disiksa majikan. Dan kita tidak mampu melindungi mereka.
Masalah moral juga menorehkan catatan menyedihkan. Kita dapati tokoh-tokoh muslim yang namanya seperti nama Nabi, seperti gelar Nabi, seperti nama orang sholeh namun ditangkap KPK. Mereka menjadi harapan ummat, menyandang nama terpercaya, namun ternyata korupsi. Seberapa kuatkah komitmen moral kita? Moral Islam.

Agenda berikutnya adalah pendidikan. Soal penyiapan SDM unggul, yang dapat diandalkan menjalankan roda pembangunan ummat. Apalagi persiapan kepemimpinan nasional dimasa mendatang. Sekarang saja, bangsa besar ini seperti kebingungan mencari calon pemimpinnya. Kita masih saling bertanya satu sama lain, padahal kita berdoa “waj’alna lil muttaqiina imaman”. Kita mohon pada Allah swt. agar menjadikan anak-anak kita sebagai pemimpin orang-orang bertaqwa.
Memang kita memiliki banyak pesantren. Namun setelah kami riset, pesantren-pesantren tersebut dapat kita bagi dalam dua kategori. Kategori pertama adalah pesantren yang memiliki metode pengajaran dan kurikulum bagus, namun sarananya amat memprihatinkan. Di sebuah pesantren kami pernah menemukan sebuah ruang 3x4 m2 yang dihuni oleh 30 anak. Sanitasinya tidak terawat, bak penampung air mandi yang tak pernah diganti sehingga menyebabkan penyakit kulit. Bahkan ada sebuah pemeo, tidak sah menjadi santri kalau tidak kudisan.
Kelompok kedua adalah pesantren yang memiliki sarana bagus, namun kurikulumnya tidak memiliki keunggulan. Penyiapan kwalitas SDM ummat ini perlu pembenahan, dengan sinergi dan persatuan dan keuatan bersama tentunya.


SIAPA YANG HARUS BERBUAT?

Dalam konteks ummat Islam Indonesia setiap orang tentu merujuk kepada NU dan Muhammadiyyah dengan segenap elitenya. Pertanyaannya adalah, bisakah kita menurunkan tensi jurang pemisah. Saling adzillatin, menjalin tali asih. Saling merendah dan bukannya saling gengsi. Bisakah kita sesama ummat BERHENTI saling mencurigai(su’uzhan), saling mengintai(wa laa tajassasu), saling membelakangi dan saling menggunjing(ghibah). Kita membutuhkan persatuan dalam kesejukan ikatan kasih sayang persaudaraan. Bila bersatu, maka kita akan kuat dan insya Allah sanggup untuk menghadapi kekuatan kebathilan apapun bentuknya.

Sangat mungkin dan sangat layak ummat ini bersatu. Pak Din, Pak Hasyim dan Pak Hidayat—tokoh-tokoh harapan ummat--sama-sama alumni Gontor dan sama-sama menduduki posisi strategis. Dengan seringnya tokoh-tokoh yang dicintai ummat ini bersilaturahim, syak wasangka akan terhapus, keakraban akan kian kokoh dan berbagai pemikiran untuk kemajuan ummat dan bangsa akan mengalir deras. Terbayang betapa bahagia dan sejuknya hati ummat menyaksikan para pemimpinnya kokoh bersatu. Sesuatu yang sudah amat kita rindukan.

Tak ada ghill secuilpun dari kami terhadap NU dan Muhammadiyyah. Kami tidak memiliki rencana negatif apapun terhadap saudara-saudara kami NU dan Muhammadiyyah. Kami bergerak di ranah politik, sama dengan saudara-saudara kami parpol Islam lainnya. Membenahi eksekutif dan legislatif, mengadvokasi ummat di ranah pembuatan kebijakan publik. Bila perjuangan di ranah politik ini mendapat dukungan dari saudara-saudara kami yang lain, khususnya ormas-ormas, tentu kita akan memiliki kekuatan yang sangat dahsyat.
Demikianlah harapan kita, ummat ini menjadi kuat, karena kita saling merunduk, saling merangkul, bagaikan satu tubuh. Sehingga kita (ummat) ini bisa dan harus bersatu untuk maju. Selamat Tahun Baru 1430 Hijriyah !

Teruskan......